Thursday, October 05, 2006

Cinta...???

Manusia adalah makhluk dengan tingkat kelembaman tertinggi di dunia. Yup, sebuah statement singkat yang sebenarnya sudah sejak lama gw sadari, tapi entah mengapa baru sekarang terniat untuk turut membaginya. Pendapat itu kayaknya memang terlalu subjektif, belum ada dasar ilmiah yang membuatnya sahih, apalagi menjadikannya valid sebagai kebenaran... Yah, lagi-lagi pengalaman subjektiflah yang menjadi nara sumber...

Baru saja gw melakukan hobi gw (yang termasuk belum lama ini gw geluti) yakni membaca pemikiran dan isi hati orang2 lewat tulisannya di blog mereka. Well, cukup menggelikan juga sih, menyadari ada orang yang super tidak jelas, namun berpemikiran mendalam dan lebih rumit dari sastra klasik (at least, that's what I thought), ada pula manusia-manusia ja'im yang justru menumpahkan sisi lain mereka dalam dunia maya ini.

In this gladly opportunity, aku (cieee, aku :p skali2 ngubah aura boleh dunks) ingin menyoroti tulisan terakhir seseorang... What's the topic? Well, it's about the philosophy of life, 'bout thoughtfulness, 'n about the Great Almighty One...

Sebuah konsep menarik (jujur, very interesting!) beliau paparkan dalam tulisannya, in simple, agama hanyalah alat. Nurani dan hati adalah yang terpenting. Ritual dan aktivitas yang berlaku dan dijalani dirasa (mungkin) hanya sekedar jadi penghambat (well, dy tidak menulis dengan segamblang itu, tapi itu jelas2 makna yang tertangkap nalarku)... Perhatikan ini, ekuilibrium justru terjadi pada saat ceteris paribus. Tidak ada pihak yang seharusnya memiliki hak untuk meng-klaim bentuk/ajaran manakah yang tepat. OK, adalah sebuah kebetulan ketika ia hadir (lahir) dalam sebuah keluarga dengan latar belakang rohani tertentu... Masih dimengerti pula ketika sepanjang perjalanan hidupnya, ia masih 'rela' untuk mengikuti pola tertentu... But now, ketika ia sudah bukan lagi anak yang 'sama', sudah menjadi haknya-lah untuk berpikir dan beraplikasi berdasarkan apa yang ia 'benar-benar' yakini...

Now, what's actually the problem? Perlu dicatat, dalam tulisan ini gw (back to me myself) sama sekali nggak berniat untuk mendiskreditkan maupun memasang stigma tertentu kepada siapapun. Hal yang gw kutip di atas, semata-mata hanyalah bentuk proxy atas apa yang sebenarnya telah lama gw sendiri pikirkan... Mungkin benar kata-kata bijak dalam buku: "Otak manusia terlalu kecil untuk menerima misteri yang terlalu besar baginya, misteri sang Khalik, sang Tak-Terbatas"
Pertanyaannya sekarang, apakah statement terakhir benar-benar menjadi jawaban, ataukah hanya sekedar menjadi kalimat-keren-pelarian, yang mengunci segala argumen (terlepas dari apapun tujuan argumen tersebut).

Jujur, gw bukan manusia paling suci di dunia. Malah, sebagai orang Katolik, gw bisa dikata sedang nggak-Katolik-Katolik-nya. Dua-tiga bulan terakhir, jarang banget gw masuk gereja. Kalopun ikut Misa, itu untung ada perayaan entah di kampus, atau di dekat rumah. Misa terakhir yang gw ikutin memang tergolong masih baru (Minggu, 1 Oktober 2006, @ Wik-N KUKSA FEUI, Vila Mondo, Cisarua), tapi kalau ditanya apakah sudah memadai, ahli teolog kemungkinan besar akan berkata "tidak". Gw nggak perlu mengelak, dan nggak perlu cari pembenaran. Gw (at least saat ini) memang masih mencoba mencari, dan entah kapan gw sampai kepada titik penemuan. Yang pasti, gw bener2 cinta, dan sungguh2 sayang sama Beliau... Hmmm...

Apakah kadar spiritual manusia juga termasuk yang terpengaruh dengan sifatnya yang super-membal itu? Jika pernyataan di awal postingan mengarah kepada kebenaran, maka tak perlu ditanya lagi lah. Nah, bagaimana jika tidak...???


...SeeNoEvilHearNoEvilSayNoEvil...

No comments: